Jangan Malu Terlihat Miskin, Malulah Kaya dengan Cara Riba

Ingin kaya tapi dengan cara "riba", apa tidak salah?

Tak dipungkiri gencarnya media dalam menampilkan kehidupan yang serba mewah telah menimbulkan gaya hidup konsumsif dalam masyarakat kita. Tidak hanya terjadi di kota-kota besar, gaya hidup konsumtif pun mulai merambah ke pelosok-pelosok desa. Seiring dengan menjamurnya lembaga-lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan cara yang sangat mudah, masyarakat yang konsumtif jadi merasa mudah dalam membeli sesuatu untuk memenuhi hasratnya.

Riba memang sudah menjadi bagian keseharian. Hampir semua orang menganggap hutang riba biasa saja. Sulit kita temukan orang tidak pake KPR, kartu kredit, kredit motor, kredit mobil, kredit HP bahkan sampai kredit umrah haji.

Bagi pendukung hutang riba, mereka akan bilang, “mana mungkin hari gini nggak pake hutang (riba)? Mustahiiilll” Mereka pikir bahwa hidup tanpa kredit riba, tidak bisa hidup layak.

SALAH kalau mau KAYA dengan RIBA, itu sama saja dengan MENANTANG ALLAH SWT! Jadi bagaimana, kalau mau kaya?

Surat Al Baqarah ayat 261 "Perumpamaan orang-orang yang membelanjakan harta bendanya (Infak,Sedekah) dijalan Allah, bagai menanam sebutir benih yang tumbuh menjadi tujuh tangkai, setiap tangkai menghasilkan seratus butir. Begitulah Allah melipatgandakan ganjarannya bagi orang-orang yang dikehendakinya. Allah Maha luas pemberianNya dan Maha Mengetahui."

Dengan bunyi ayat-ayat tersebut diantara puluhan ayat lainnya Allah telah berjanji kepada Manusia tentang keuntungan yang diperoleh apabila kita membungakan uang (memberi pinjaman) kepada Allah dengan jalan mengeluarkan Infak , Sedekah." maka akan diberi imbalan sebesar 700 x lipat atau sama dengan 70.000%.

Dan itu sudah rumus Allah tak bisa diganggu gugat. Al Qur'an itu benar, bahkan tak ada sedikitpun celah kesalahan padanya.

Mari kita bahas, bagaimana agar kita terhindar dari RIBA.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,?

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

“Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau yang haram.” (HR. Bukhari no. 2083, dari Abu Hurairah).

Tentu Allah tidak meridhoi hal ini, bahkan Allah murkai. Lalu bagaimana kiat agar kita tidak mudah terjerumus dalam praktek riba? Berikut beberapa kiatnya dikutip dari rumaysho.com, bagaimana kita harus menghindari riba,

Kiat Pertama: Berilmu Dulu Sebelum Membeli
Dalam bertindak, Islam selalu mengajarkan berilmulah terlebih dahulu. Dalam masalah ibadah, Islam mengajarkan hal ini agar amalan seseorang tidak sia-sia. Dalam masalah muamalah pun demikian. Karena jika tidak diindahkan, malah bisa terjerumus dalam sesuatu yang diharamkan.

Semisal seorang pedagang, hendaklah ia paham seputar hukum jual beli. Jika ia tidak memahaminya, bisa jadi ia memakan riba atau menikmati rizki dengan cara yang tidak halal. ‘Ali bin Abi Tholib mengatakan,

مَنْ اتَّجَرَ قَبْلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِي الرِّبَا ثُمَّ ارْتَطَمَ ثُمَّ ارْتَطَمَ

“Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus.”

Lihatlah pula apa kata ‘Umar bin Khottob radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata,

لَا يَتَّجِرْ فِي سُوقِنَا إلَّا مَنْ فَقِهَ أَكْلَ الرِّبَا

“Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba.” (Lihat Mughnil Muhtaj, 6: 310)

Hal di atas bukan hanya berlaku bagi penjual atau si pedagang, namun berlaku juga untuk pembeli. Pembeli pun harus tahu seluk beluk jual beli sebelum bertindak.

Sedikit sekali nasabah perkreditan rumah, mobil atau motor yang mengetahui bagaimanakah hakekat sebenarnya jual beli kredit yang mereka lakukan. Awalnya rumah tersebut ditawarkan oleh pihak A, namun urusan pelunasan nantinya di Bank Perkreditan. Ini hakekatnya bisa jadi transaksi riba atau menjual barang yang belum dimiliki secara sempurna.

Jika kita menilik transaksi tersebut, pihak perkreditan pada hakekatnya memberikan pinjaman kepada kita yang ingin membeli rumah, lalu mereka meminta kita mengembalikan pinjaman tadi secara berlebih.

Padahal para ulama sepakat, “Setiap utang yang ditarik keuntungan, maka itu adalah riba”.

Coba dari awal si nasabah atau si  pembeli tadi mengetahui pengertian riba dan berbagai macam bentuk riba. Dan saat ini perlu sekali setiap orang mendalami hakekat riba karena riba semakin diakal-akali dengan nama yang terlihat syar’i. Minimal, banyaklah bertanya pada para ulama yang lebih berilmu sehingga kita pun selamat dari riba sampai debu-debunya.

Kiat Kedua: Mengetahui Bahaya Riba
Setelah mengetahui definisi riba dan berbagai bentuknya, mengetahui bahaya riba akan semakin membuat seorang muslim menjauhinya transaksi haram tersebut. Karena dengan mengetahui ancaman-ancaman riba, tentu ia enggan terjerumus dalam riba. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً

“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali” (HR. Ahmad 5: 225. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 1033).

Dalam hadits yang lain disebutkan,

الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ


“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya).

Dosa riba bukan hanya berlaku bagi kreditur, pihak perkreditan atau bank, namun si nasabah atau debitur juga mendapatkan dosa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), orang yang menyerahkan riba (nasabah), pencatat riba (sekretaris) dan dua orang saksinya.” Beliau mengatakan, “Mereka semua itu sama (karena sama-sama melakukan yang haram)”